JAYAPURA, iNewsSorong.id – Roy Letlora Ketua Bidang II PB PON Papua, salah satu dari empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana PON Papua, akhirnya dipindahkan dari Rutan Salemba di Jakarta ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Jayapura, setelah ditangkap pada 2 September 2024.
Roy dijemput Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua yang di Pimpin oleh Kasi Penyidikan Kejati Papua Dedy Sawaki dan langsung dibawa ke Lapas Abepura untuk ditahan guna proses hukum lebih lanjut.
Selain Roy, tiga tersangka lain yang ditetapkan adalah TR (Bendahara Umum PB PON), RD (Koordinator Bidang Transportasi-Kadis Perhubungan Pemprov Papua), dan VP (Koordinator Venue). Mereka juga telah ditahan, dengan TR dan RD di Lapas Abepura, sementara VP ditahan di Lapas perempuan Kabupaten Keroom.
Dari informasi yang didapatkan Redaksi iNewsSorong.id, peran Roy dalam perkara ini, yang bersangkutan diduga menyimpan dana-dana bantuan dari para sponsor untuk PON XX yang diserahkan oleh tersangka VP.
Sebelumnya Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua menetapkan 4 tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2021, yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. Empat tersangka tersebut masing-masing, TR, RD, RL dan VP.
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua, Nixon Mahuse mengungkapkan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka lain dalam kasus penggunaan anggaran penyelenggaraan PON XXI Papua.
“Kami tidak akan tebang pilih dalam penindakan, siapa yang bersalah tentu akan kami periksa dan tindak,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Papua, Dedi Sawaki mengatakan dari hasil pemeriksan, kasus ini terkait dengan penyimpangan anggaran penggunaan dana sebesar Rp10 triliun untuk penyelenggaraan PON XX, di mana hanya sekitar Rp8 triliun yang direalisasikan.
Dedi Sawaki menjelaskan bahwa proses penanganan kasus sedikit terhambat oleh banyaknya saksi yang berada di luar kota dan terlibat dalam aktivitas lainnya, termasuk Pilkada.
“Perkara PON ini berskala nasional kemudian saksi-sakti tidak berdomisili di Jayapura. Mulai dari Sumatera, Jakarta sampai Sulawesi dan beberapa tempat di Papua, sehingga memang membutuhkan waktu,"ungkapnya.
“Bahkan ada beberapa saksi yang terlibat dalam kontestan Pilkada sehingga belum dapat pemanggilan. Setelah Pilkada selesai baru kami akan memanggil,” tandas Sawaki.
Koordinator pada Tindak Pidana Khusus Kejati Papua, Muh. Sulfan Tanjung menjelaskan dalam kasus ini pihaknya lebih memfokuskan pada penyelenggaraan dari penggunaan anggaran, sebab dalam realisasi penggunaan anggaran tidak sesuai dengan peruntukan. Bahkan ada anggaran-anggaran lainnya yang tidak ada hubungannya dengan PON.
“Cara-cara ini yang berefek kepada ketidakmampuan PB PON untuk menyelesaikan tagihan kepada pihak-pihak vendor. Ini yang kami lakukan demi penegakkan hukum,” tegasnya.
Sulfan menambahkan, untuk kasus PON pihaknya sudah memeriksa sekitar 65 saksi dan 2 ahli yakni ahli Kerugian Keuangan Negara dan Ahli Hukum Keuangan Negara.
“Kasus ini akan kami kembangkan terus, mengingat banyak penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan,” ujarnya.
Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Papua hingga saat ini terus melakukan pengembangan penyidikan dalam kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX. Mereka berfokus pada upaya mengungkap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini, dengan kemungkinan penambahan tersangka lain.
Selain itu, penyidik juga berusaha mengidentifikasi dan mengejar aset-aset para pelaku untuk memulihkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari komitmen untuk menegakkan hukum dan memastikan bahwa dana yang disalahgunakan dapat dikembalikan ke kas negara.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait