Semua truk bermuatan kayu merbau pacakan sebanyak 3 sampai 4 kubik itu, terpantau berhenti beberapa saat di depan mapolsek dan sopirnya turun untuk bertemu petugas piket jaga di ruang SPKT.
Sejumlah sopir yang ditemui media ini mengaku, hanya mendapatkan perintah mengakut kayu milik pengusaha berinisial LD, BJ dan KT. Mereka berjalan tanpa membawa Nota Angkut maupun Faktur. Ini menjadi dokumen wajib yang harus disertakan sepanjang perjalanan pengakutan kayu, sesuai Pasal 13 ayat (1) Permenhut Nomor : P. 8/Menhut-II/2009) tntang Pengangkatan Kayu Olahan Perusahan Wajib Menerbitkan Faktur atau Nota Angkut.
Kayu Merbau olahan tanpa dokumen lengkap milik PT Siliwangi Karya Sejahtera (FOTO: iNewsSorong.id - ANDREW CHAN)
"Iya pak kami hanya mengangkut kayu saja dari Sayosa milik LD BJ dan KT ke sini (TPK PT Siliwangi Karya Sejahtera-Red). Tidak ada dokumen atau surat jalan yang dikasih. Cuman kami biasa bayar di setiap pos-pos saja mulai dari Rp100-200", ungkap salah seorang supir yang enggan namanya disebut.
Menyikapi maraknya peredaran kayu pacakan yang diduga illegal tanpa dilengkapi dokumen yang sah, Paul Finsen Mayor, Ketua Dewan Adat Doberai Wilayah III menghimbau agar Kapolda bersikap tegas dalam memerangi pelaku pembalakan liar tersebut.
“Cukup banyak informasi yang kami dengar, terkait dugaan kerlibatan oknum - oknum aparat dalam mendukung kegiatan ilegal yang berpotensi merusak Hutan Adat Orang Papua ini,” kata Finsen.
Ditegaskan Finsen, pembakalan hutan secara illegal merupakan kejahatan lingkungan sesuai Pasal 16 Undang Undang No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dalam aturan ini disebutkan bahwa; setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
TPK PT Siliwangi Karya Sejahtera (FOTO: iNewsSorong.id - ANDREW CHAN)
“Jika larangan ini dilanggar maka dapat dikenai sanksi pidana berupa pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000 dan paling banyak Rp2.500.000.000. Dan apabila yang melakukan kejahatan korporasi, dapat dikenai sanksi pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000, dan paling banyak Rp15.000.000.000 (Pasal 88 ayat 1 dan 2). Sanksi pidana tersebut dapat juga dikenakan terhadap barang siapa yang memalsukan atau menggunakan SKSHH palsu,” urai Finsen.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait