SORONG, iNewsSorongRaya id - Tim Kuasa Hukum para pelaku penyerangan Pos Koramil Kisor yang menyebabkan empat anggota TNI AD meninggal dunia pada 2 September 2021 lalu meminta pihak Kejaksaan Negeri Sorong segera membebaskan satu dari 10 pelaku penyerangan bernama Abraham Famemte (24) warga sipil asal kabupaten Maybrat, Papua Barat yang dianggap tidak terlibat dalam peristiwa tersebut. Abraham merupakan korban salah tangkap pihak Kepolisian Polres Sorong Selatan.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Tim Kuasa Hukum para tersangka, Yohanis Mambrasar, SH dalam rilis pers yang diterima iNewsSorongRaya.id.
Dalam rilis pers tersebut Yohanis mengatakan Abraham Fatemte (24), warga sipil Maybrat, Korban salah tangkap Kepolisian Sorong Selatan dalam upaya penegakan hukum peristiwa penyerangan pos koramil Kisor, Maybrat, pada 02 September 2021 yang mengakibatkan meninggalnya 4 orang anggota TNI.
" Pada Hari Rabu, 13 Juli 2022, Kepolisian Sorong Selatan (SORSEL) melimpahkannya kepada Kejaksaan Negeri Sorong. Sebelumnya kepolisian telah menahannya selama 110 hari di Rutan Polres, Sorsel, di Teminabuan." Ujar Yohanis Mambrasar, SH dalam rilis pers yang diterima iNewsSorongRaya.id, Kamis (14/7/2022).
Menurut Yohanis, Kejaksaan Negeri Sorong kemudian melanjutkan menahan Abraham Fatemte tahap pertama untuk durasi waktu 20 hari. Kejaksaan Negeri Sorong menahannya dengan tuduhan telah melakukan kejahatan, Pertama “melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan *perencanaan pembunuhan*, yang diatur dalam Pasal 340 jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP”, Subsider “melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan *Pembunuhan*, yang diatur dalam Pasal 338 Jo 55 ayat (1) ke 1 KUHP”; atau Kedua : *“mengunakan kekerasan terhadap orang atau barang yang mengakibat maut* 170 ayat (20) ke 3 KUHP; atau Ketiga : “melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan *perbuatan yang mengakibatkan kematian* 353 ayat (3) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP”.
Lanjut Yohanis, Abraham Fatemte bukan lah merupakan pelaku penyeragan Pos Koramil, Kisor, Maybrat, yang terjadi pada tanggal 02 September 2021, atau pun tidak terlibat dalam bentuk apapun seperti merencanakan kejahatan dimaksud atau turut membantu terlaksananya peristiwa penyerangan dimaksud, sebagaimana dituduhkan kepadanya. Saat Peristiwa dimaksud terjadi menurut Yohanis, Abraham Fatemte tidak berada di lokasi peristiwa, ia juga tidak berada di Kisor, di Kabupaten Maybrat atau bahkan di Papua Barat. Saat peristiwa dimaksud terjadi, ia sedang berada di Kota Tual, Provinsi Maluku, ia telah berada di sana sejak bulan April 2021 dan baru kembali ke Kabupaten Sorong Bulan Desember 2021.
" Ia telah pergi meninggalkan Kampung Kisor dan Maybrat 6 bulan Sebelu peristiwa dimaksud terjadi, dan ia baru kemabali ke Kabupaten Sorong 3 bulan setelah peristiwa dimasud. Abraham Fatemte ke Kota Tual bersama istrinya untuk mendampingi istrinya bersalin (melahirkan), selama di kota Tual ia tidak perna melakukan perjalanan keluar kota dimaksud sebelum ia pulang Ke Sorong pada Bulan Desember 2021." Ujar Yohanis.
Lebih lanjut Yohanis mengatakan pelaku penyerangan peristiwa dimaksud adalah Kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) wilayah Sorong dibawah pimpinan Arnold Kocu.
" Fakta ini telah dibenarkan oleh Arnold Kocu dan pasukannya, mereka telah menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa dimasud, bahkan mereka telah menyatakan bahwa Abraham Fatemte dan warga sipil lainnya yang ditangkap oleh kepolisian Sorong Selatan tidak terlibat dalam bentuk apapun pada peristiwa dimaksud. Pernyataan Arnol Kocu ini telah disampaikan secara terbuka kepada publik pada tanggal 21 September 2021 melalui rekaman vedio yang dipublikasi di sosial media." Tegas Yohanis.
Fakta ini menunjukan bahwa Abraham Fatemte bukanlah merupakan pelaku dalam peristiwa dimakdud, ia merupakan korban salah tangkap Kepolisian dalam penegakan hukum peristiwa dimaksud. Proses hukum terhadap Abraham Fatemte dari kepolisian hingga pelimpahan kepada kejaksaan menurut Yohanis adalah proses hukum yang tidak sah. Proses hukum yang dilakukan ini tidak sesusai prosesdur hukum yang benar yaitu proses hukum ini dilakukan tidak berdasarkan dasar bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam KUHAP Pasal 14 HUHP Jo Keputusan Mahkama Konstitusi No 21/PUU-XII/2012 tentang frase bukti permulaan yang cukup.
" Atas dasar fakta-fakta hukum peristiwa dan ketentuan hukum sebagaimana diuraikan diatas, jelas menunjukan bahwa Abraham Fatemte tidak bersalah, oleh sebabnya sudah sepatutnya Kejaksaan tidak menerima dan melanjutkan perkara ini." Ujarnya.
Sebaliknya tindakan melanjutkan proses hukum perkara ini merupakan tindakan bertentangan dengan hukum. Oleh sebabnya jika Kejaksaan Negari Sorong tetap menerima dan melanjutkan perkara ini, ini menunjukan Kejaksaan Negeri Sorong turut membangkang hukum.
Lanjut Yohanis dengan kondisi ini menunjukan Kejaksaan sebagai alat kekuasaan Negara yang turut mencipatakan ketidak adilan bagi rakyat Papua, itu artinya Kejaksaan Negeri Sorong turut sebagai alat penindas rakyat Papua.
" Oleh sebab itu, demi tegaknya keadilan hukum bagi Abraham Fatemte dan rakyat Papua secara umum, dan menjaga marwah peradilan, dan kredibelitas Kejaksaan maka kami mendesak Kejaksaan Negeri Sorong segera menghentikan proses hukum perkara Abraham Fatemte dan membebaskannya kembali kepada keluarganya, Kejaksaan Negeri Sorong merehabilitasi nama baik Abraham Fatemte." Tandasnya.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait