get app
inews
Aa Text
Read Next : Pemprov Papua Barat Daya Dukung Lima Anak Papua Mengejar Mimpi Jadi Pilot Lewat Dana Otsus

Bom Waktu di Pulau Kawei: Warga Adat Lawan Greenpeace, Pemerintah Dipaksa Cari Jalan Tengah

Jum'at, 03 Oktober 2025 | 03:19 WIB
header img
Spanduk penolakan masyarakat adat Suku Kawei terhadap Greenpeace dipasang di sejumlah titik lokasi wisata di hak ulayat mereka. [Insert Foto : Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Papua Barat Daya, Kelly Kambu]

 

SORONG, iNewssorongraya.id – Polemik kehadiran Greenpeace di Pulau Kawei, Raja Ampat, berbuntut panjang. Penolakan keras masyarakat adat Suku Kawei mendorong Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya mengambil langkah diplomatis dengan membuka ruang dialog pekan depan. Pemerintah menegaskan, aspirasi masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat tak boleh diabaikan.

“Kita tidak bisa biarkan aspirasi masyarakat adat berlalu begitu saja. Mereka sudah menyatakan penolakan, maka pemerintah punya kewajiban mendengarkan dan mencari solusi terbaik,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Papua Barat Daya, Kelly Kambu, di Sorong, Rabu (1/10/2025).

 

Polemik RTRW dan Status Pulau Kawei


Masyarakat adat Suku Kawei tegas menolak keras keberadaan Greenpeace  [IST]

 

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Papua Barat, Pulau Kawei dan Pulau Gag ditetapkan sebagai kawasan pertambangan. Namun, status itu kini dipertanyakan menyusul desakan warga. Kelly menegaskan, keputusan soal masa depan tambang harus dibahas melalui musyawarah dengan melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP), DPR Papua (DPRP), dan organisasi perangkat daerah.

“Apakah tetap dua pulau ini jadi kawasan tambang, atau ada yang dihapus, itu harus dibicarakan dengan arif dan bijaksana,” ucapnya.

 

Tambang sebagai Sumber Hidup


Demo masyarakat adat Suku Kawei menolak kehadiran Greenpeace di wilayah adat mereka.[IST]

 

Bagi masyarakat Kawei, tambang nikel bukan sekadar bisnis, melainkan sumber penghidupan utama. Selain membuka lapangan kerja, perusahaan tambang disebut telah membantu pendidikan hingga tingkat doktoral.

“Kalau hanya mengandalkan laut, warga kesulitan. Biaya operasional lebih besar daripada hasil penjualan ikan. Tambang bagi mereka adalah sumber hidup. Kalau dicabut, mereka bisa marah,” kata Kelly menambahkan.

Menurutnya, kajian Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) menyebut perusahaan tambang di Kawei telah memenuhi kewajiban sekaligus mendukung pembangunan lokal.

 

Penolakan Greenpeace dan Aksi Blokade


Masyarakat adat Suku Kawei tegas menolak keras keberadaan Greenpeace yang dituding mengganggu kedaulatan adat mereka. Spanduk besar bertuliskan “Save Masa Depan Suku Kawei, Tolak Greenpeace dan Antek-anteknya di seluruh hak ulayat mayarakat adat. [IST]

 

Gelombang protes warga Kawei semakin menguat sejak izin empat perusahaan tambang di Raja Ampat dicabut, termasuk PT Kawei Sejahtera Mining. Mereka menilai pencabutan izin memutus sumber ekonomi. Bahkan, masyarakat adat memblokade kawasan wisata Pulau Wayag, ikon Raja Ampat yang menjadi destinasi unggulan wisatawan domestik maupun mancanegara.


Masyarakat adat suku Kawei melakukan pemalangan di lokasi wisata Pulau Wayag. [FOTO : iNews-CHAN]

 

Kemarahan itu diperparah dengan tudingan terhadap Greenpeace yang dianggap menyebarkan “fitnah” terkait kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang. Warga menolak kehadiran LSM asing itu di wilayah adat mereka. Spanduk penolakan pun dipasang di kawasan wisata milik Suku Kawei.

 

Dialog untuk Hindari Konflik


Masyarakat adat Suku Kawei tegas menolak keras keberadaan Greenpeace di seluruh hak ulayat mayarakat adat. [IST]

 

Pemerintah kini menyiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk menimbang keberlanjutan pembangunan dengan perlindungan ekosistem Raja Ampat. Kelly mengingatkan, masalah ini tidak boleh berlarut karena berpotensi menimbulkan gesekan sosial.

“Jangan biarkan masalah ini menjadi bom waktu. Kalau tidak diurai, bisa pecah konflik. Kita harus cari solusi terbaik,” tegasnya.

 

Antara Aspirasi Adat dan Ekowisata Dunia


Warga suku Kawei dan karyawan, saat menyampaikan orasinya dalam demo menolak pencabutan IUP PT. KSM oleh Pemerintah. [FOTO : iNews : CHANRY]

 

Kasus Kawei menempatkan pemerintah pada posisi dilematis. Di satu sisi, masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat menuntut tambang tetap berjalan demi ekonomi keluarga. Di sisi lain, Raja Ampat dikenal dunia sebagai surga wisata bahari yang menuntut perlindungan lingkungan ketat.

Hak ulayat yang dilindungi konstitusi menuntut agar suara masyarakat dijadikan dasar keputusan. Jika diabaikan, potensi konflik sosial—dari aksi demonstrasi hingga ketidakpercayaan pada negara—akan semakin besar.

 

Kewajiban Negara dan Strategi Jalan Tengah


Warga suku Kawei dan karyawan, saat menyampaikan orasinya dalam demo menolak pencabutan IUP PT. KSM oleh Pemerintah. [FOTO : iNews : CHANRY]

 

UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 menegaskan, bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Prinsip ini menempatkan pemerintah sebagai penentu arah pembangunan yang adil, bukan sekadar mediator.

Sejumlah strategi jalan tengah bisa ditempuh:

  1. Dialog multipihak – melibatkan masyarakat adat, DPRP, MRP, perusahaan, dan organisasi lingkungan.
  2. Pertambangan berwawasan ekologi – memastikan standar AMDAL ketat, rehabilitasi lahan, serta teknologi ramah lingkungan.
  3. Integrasi dengan pariwisata – mengembangkan pola geopark mining tourism agar tambang dan ekowisata berjalan berdampingan.
  4. Skema bagi hasil yang adil – memberi manfaat langsung kepada masyarakat adat, termasuk pendidikan, infrastruktur, dan jaminan sosial.
  5. Pengawasan ketat – membentuk tim lintas kementerian, pemerintah daerah, dan perwakilan adat untuk mengawasi operasional tambang.

 

Warisan Dunia yang Harus Dijaga


Aktivitas pari manta di perairan Raja Ampat (FOTO: iNewsSorong.id)

 

Raja Ampat bukan hanya aset Papua Barat Daya, tetapi warisan dunia yang membawa nama Indonesia di panggung internasional. Keberhasilan pemerintah akan diukur dari kemampuannya menyeimbangkan kepentingan masyarakat adat, keberlanjutan industri tambang, dan kelestarian ekowisata.

 

Pemerintah dan Ujian Besar


Suasana areal tambang nikel.[ Insert foto : Gubernur PBD, Elisa Kambu didampingi Sekretaris Daerah, Yakob Kareth saat memberikan keterangan pers kepada wartawan. [FOTO : iNewssorongraya.id]

 

Pemerintah Papua Barat Daya kini dihadapkan pada ujian besar: bagaimana mengakomodasi aspirasi Suku Kawei, memastikan tambang berjalan dengan standar keberlanjutan, sekaligus menjaga alam Raja Ampat sebagai mahkota wisata bahari dunia.

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor : Chanry Suripatty

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut