Polisi Tembakan Gas Air Mata Halau Massa Anarkis di Kantor Telkom Merauke

MERAUKE, iNewssorongraya.id – Aksi demonstrasi ribuan massa di Merauke, Papua Selatan, berujung ricuh. Polisi terpaksa menembakkan gas air mata untuk menghalau kerumunan yang bertindak anarkis saat menyerbu Kantor Telkom Indonesia Daerah Merauke, Kamis (21/8/2025).
Kericuhan dipicu putusnya jaringan internet Telkomsel sejak 16 Agustus 2025. Massa yang terdiri dari mahasiswa, pengemudi ojek online, hingga masyarakat umum melempari kantor Telkom dengan batu, kayu, bahkan bom molotov. Api sempat menyambar atap gedung dan nyaris membakar fasilitas vital tersebut.
Massa Serbu Kantor Telkom
Sejak pagi pukul 08.00 WIT, massa berkumpul di Lingkaran Brawijaya sebelum bergerak menuju Jalan Postel, lokasi kantor Telkom. Di sepanjang perjalanan, teriakan provokatif terdengar, bahkan sebagian massa berteriak, “Bakar Telkom!”
Saat tiba di lokasi, amarah massa memuncak. Lemparan batu dan botol menghantam kaca jendela kantor hingga pecah. Bom molotov yang dilemparkan sempat memicu api di atap gedung, namun segera dipadamkan aparat. Bentrokan tak terhindarkan ketika massa juga melempari polisi yang berjaga.
Sekitar pukul 14.00 WIT, situasi memanas. Polisi akhirnya menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Bentrok berlangsung hingga sore pukul 16.00 WIT, menyebabkan sejumlah aparat dan warga mengalami luka ringan.
“Kami tidak ingin bentrok, tetapi masyarakat terlalu kecewa karena delapan kali gangguan internet sejak 2016,” kata Koordinator Aksi, Andika Labobar, dalam orasinya.
281 Personel Gabungan Dikerahkan
Untuk meredam situasi, Polres Merauke menurunkan 281 personel gabungan, terdiri dari 181 anggota Polres dan 100 personel Brimob Batalyon D Polda Papua.
Kapolres Merauke AKBP Leonardo Yoga, S.I.K., M.M. memimpin langsung pengamanan didampingi Danyon D Pelopor Brimob, Kompol Muhammad Basri.
“Terima kasih kepada mahasiswa yang menyampaikan aspirasi. Walaupun sempat tegang, situasi berhasil dikendalikan,” ujar Kapolres.
Ia menegaskan pihaknya akan segera memanggil pimpinan Telkom Merauke. “Ade-ade punya hak menyampaikan aspirasi, tapi lakukan dengan tertib agar tidak menimbulkan kerugian,” tegas Leonardo.
Tuntutan Massa: Kompensasi Hingga Provider Baru
Dalam aksinya, massa menyampaikan empat tuntutan utama:
Selain itu, mereka mendesak pemerintah membuka akses bagi provider lain di Merauke agar monopoli layanan Telkom segera berakhir.
“Kami beri batas waktu sampai Jumat (22/8/2025). Jika tidak ada kepastian, kami akan kembali turun dengan jumlah lebih besar,” ancam Andika.
Dampak Putusnya Internet
Putusnya jaringan internet berdampak luas pada kehidupan warga Merauke. Layanan transportasi daring lumpuh, transaksi perbankan terhenti, hingga aktivitas pendidikan terganggu.
“Setiap kali internet putus, kami tidak bisa bekerja. Aplikasi ojek online mati total, bagaimana kami mau cari nafkah kalau begini terus?” keluh seorang pengemudi ojek online.
Sebagai solusi sementara, pemerintah daerah membuka empat titik WiFi darurat di Kantor Kominfo, Kantor Bupati, pangkalan Gojek depan Kodim, dan kawasan Libra. Namun warga menilai solusi itu tidak menyentuh akar persoalan.
Krisis Digital Papua Selatan
Sejak 2016, masyarakat Merauke sudah delapan kali mengalami pemutusan internet berskala besar. Kondisi ini menimbulkan rasa ketidakadilan digital karena layanan internet di Papua Selatan jauh tertinggal dibanding daerah lain di Indonesia.
Kekecewaan masyarakat yang menumpuk membuat setiap gangguan internet berpotensi memicu kericuhan. Publik kini menunggu jawaban Telkom, apakah berani melakukan pembenahan menyeluruh atau membiarkan krisis digital terus berulang.
Jika tuntutan tidak segera dipenuhi, aksi massa yang lebih besar diperkirakan akan kembali pecah.
Editor : Chanry Suripatty