Demo Orang Tua Pelajar di Sorong: Tuntut Solusi Konkret Penerimaan Peserta Didik Baru

SORONG, iNewssorongraya.id — Puluhan orang tua pelajar, didampingi mahasiswa dan lulusan SMP, melakukan demo damai di depan Kantor Walikota Sorong, Senin (30/6/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes keras atas hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMP Negeri 6 dan SMA Negeri 3 Kota Sorong, yang dinilai tidak transparan dan merugikan banyak siswa.
Gelombang kekecewaan datang usai banyak anak dinyatakan tidak lulus seleksi PPDB tanpa penjelasan yang jelas dari Dinas Pendidikan maupun pihak sekolah. Massa aksi menuntut pemerintah kota mengambil langkah konkret agar hak anak-anak untuk memperoleh pendidikan tidak terabaikan.
“Kami sudah berulang kali menyampaikan aspirasi, tapi tidak ada tindakan nyata. Ini tentang masa depan anak-anak kami yang terancam hanya karena sistem yang tidak adil,” tegas Istik, pemuda intelektual yang menjadi salah satu penggerak aksi dalam orasinya.
Tak hanya itu, massa juga menyuarakan kritik keras terhadap kepemimpinan Walikota Sorong yang dianggap gagal merespons krisis pendidikan ini dengan cepat. Meski program kerja Pemkot dinilai cukup progresif, namun kebijakan di sektor pendidikan justru dinilai tertinggal.
“Bapak Walikota perlu tahu, rakyat butuh solusi, bukan janji. Jika hari ini tidak ada kepastian, kami akan menduduki Kantor Walikota hingga tuntutan kami dipenuhi,” seru seorang ibu yang mewakili para orang tua.
Mendapati tekanan dari massa aksi, Walikota Sorong akhirnya menerima perwakilan orang tua dan mahasiswa untuk melakukan dialog tertutup. Pertemuan tersebut diharapkan menjadi titik awal penyelesaian krisis PPDB tahun ini.
Hingga berita ini diturunkan, pertemuan antara Pemkot dan perwakilan massa masih berlangsung, dengan harapan akan ada keputusan afirmatif yang menjamin seluruh anak di Kota Sorong mendapat kesempatan bersekolah.
Adapun sejumlah tuntutan yang disuarakan dalam demo orang tua pelajar ini meliputi:
Aksi ini menyadarkan publik bahwa sistem pendidikan bukan hanya soal prosedur administratif, melainkan juga menyangkut keadilan sosial. Ketika akses pendidikan tidak setara, maka negara — termasuk pemerintah daerah — wajib hadir sebagai penjamin hak warganya.
Jika tidak segera ditangani, konflik seperti ini bisa meluas dan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan maupun pemerintah daerah.
Editor : Hanny Wijaya