DLHKP Tanggapi Video Viral Dugaan Pencemaran di Raja Ampat: “Jangan Asal Tuduh, Harus Berdasar Data!

SORONG, iNewssorongraya.id – Sebuah video berdurasi empat menit yang berisi dugaan pencemaran lingkungan akibat tambang nikel di Raja Ampat menjadi viral di media sosial dan memicu kekhawatiran publik. Video tersebut, yang disebut berasal dari dokumentasi Greenpeace, menampilkan potongan aktivitas tambang di Papua Barat Daya, khususnya wilayah Raja Ampat.
Namun, Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan (DLHKP) Provinsi Papua Barat Daya meminta masyarakat tidak langsung menyimpulkan tanpa mengacu pada data valid.
“Kalau hari ini dibilang ada pencemaran, mari kita lihat indikatornya. Apakah pencemaran udara, air, atau tanah. Jangan hanya berdasarkan opini di media sosial,” tegas Kepala DLHKP Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu dalam konferensi pers, Jumat (24/5/2025).
Kelly mengungkapkan bahwa video viral tersebut hanyalah cuplikan dari rekaman berdurasi 16 hingga 24 menit yang menggambarkan aktivitas tambang di wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya secara umum.
“Namun yang diviralkan hanya potongan di Raja Ampat. Kami tidak tahu apa motivasinya, tetapi ini jelas bisa memengaruhi opini publik,” ujarnya.
DLHKP Akan Tinjau Langsung Lokasi Tambang
Sebagai tindak lanjut, DLHKP akan melakukan peninjauan lapangan pekan depan bersama mitra lintas sektor, termasuk Dinas Pertambangan, PTSP, serta DLH Kabupaten Raja Ampat. Peninjauan ini bertujuan mengevaluasi kesesuaian aktivitas tambang dengan dokumen lingkungan serta regulasi yang berlaku.
“Kami ingin memastikan apakah kegiatan di lapangan benar-benar sesuai dengan dokumen dan peraturan,” kata Kelly.
Ia menegaskan bahwa setiap dugaan pencemaran harus mengacu pada indikator yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Legalitas Perusahaan Tambang Dipertanyakan
Dalam kesempatan yang sama, Kelly mengungkapkan bahwa dari empat perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat, dua di antaranya belum memiliki legalitas yang jelas, yaitu PT Anugrah Surya Pratama dan PT Mulia Raymond Perkasa.
“Kami belum tahu kantornya di mana, dokumennya juga belum kami lihat. Tapi kami akan evaluasi dan tindak lanjuti sesuai mekanisme,” jelasnya.
DLHKP telah menerima surat dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan pemeriksaan ulang dan memanggil manajemen kedua perusahaan untuk mempresentasikan ulang dokumen Amdal, RKL-RPL, serta rencana kerja.
Jika terbukti tidak memenuhi kewajiban lingkungan, DLHKP siap memberikan sanksi bertahap hingga pencabutan izin usaha.
“Kalau pelaku usaha tidak laksanakan janjinya, maka ada teguran tertulis pertama, kedua, dan ketiga. Kalau masih bandel, bisa dijerat pasal pidana,” tegas Kelly.
Dua Perusahaan Lain Dinilai Penuhi Prosedur
Sementara itu, dua perusahaan lainnya, yakni PT Kawei Sejahtera Mining dan PT Gag Nikel, dinilai telah memenuhi seluruh ketentuan perizinan dan dokumen lingkungan.
“Seluruh dokumen Amdal, izin pinjam pakai kawasan hutan, dan tahapan-tahapan lainnya sudah sesuai prosedur,” tambahnya.
Keduanya juga telah memberikan kontribusi kepada daerah dalam bentuk royalti, dengan alokasi 32 persen untuk kabupaten/kota dan 16 persen untuk provinsi.
Raja Ampat: Kawasan Strategis yang Harus Dijaga
Kelly menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa Raja Ampat adalah kawasan yang sangat strategis karena telah berstatus Geopark Dunia, sehingga segala bentuk pembangunan, termasuk pertambangan, harus dilakukan dengan kehati-hatian tinggi.
“Raja Ampat adalah kabupaten yang wajib kita jaga dan selamatkan. Kami bahkan terlibat dalam proses penetapannya hingga ke Maroko. Jadi, memang perlu kehati-hatian,” tandasnya.
Editor : Chanry Suripatty