Hanya PT Kawei dan Gag Nikel yang Sah, DLHKP Tanggapi Video Dugaan Pencemaran di Raja Ampat

SORONG, iNewssorongraya.id – Video viral berdurasi empat menit milik Greenpeace yang menyoroti dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menuai respons serius dari pemerintah daerah. Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan (DLHKP) Papua Barat Daya menegaskan bahwa hanya dua dari empat perusahaan tambang di wilayah tersebut yang memiliki legalitas lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-undangan.
Kepala DLHKP Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu, dalam konferensi pers pada Jumat (24/5/2025) mengatakan bahwa video yang beredar luas di media sosial hanyalah potongan dari dokumenter asli berdurasi 16 hingga 24 menit milik Greenpeace.
“Video aslinya memperlihatkan aktivitas penambangan di Papua Barat dan Papua Barat Daya. Tapi yang viral hanya bagian Raja Ampat. Kami tidak tahu apa motivasinya, namun ini jelas bisa membentuk opini publik yang keliru,” kata Kelly Kambu.
DLHKP pun berencana melakukan peninjauan lapangan pekan depan bersama Dinas ESDM, DPMPTSP, DLH Kabupaten Raja Ampat, serta sejumlah instansi terkait. Tujuannya untuk memastikan kesesuaian operasional tambang dengan dokumen lingkungan dan regulasi yang berlaku.
“Kami ingin pastikan, apakah kegiatan di lapangan sesuai dengan dokumen Amdal dan aturan hukum. Jangan hanya menilai dari potongan video,” ujarnya.
Cek Legalitas, DLHKP Temukan Dua Perusahaan Tambang Tidak Jelas
Dalam keterangannya, Kelly Kambu menyebut dari empat perusahaan tambang yang saat ini beroperasi di Raja Ampat, hanya dua yang memiliki legalitas lengkap, yaitu PT Kawei Sejahtera Mining dan PT Gag Nikel.
“Untuk dua perusahaan ini, dokumen Amdal, izin pinjam pakai kawasan hutan, dan konsultasi publik semuanya sudah terpenuhi. Mereka juga telah memberikan kontribusi royalti yang sesuai, yakni 32 persen untuk kabupaten/kota dan 16 persen untuk provinsi,” terangnya.
Sebaliknya, dua perusahaan lainnya – PT Anugrah Surya Pratama dan PT Mulia Raymond Perkasa – justru masih dipertanyakan status hukumnya. Kambu menyebut belum ada kejelasan mengenai alamat, dokumen legal, dan komitmen lingkungan kedua perusahaan tersebut.
“Kami sudah menerima surat dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk evaluasi ulang dua perusahaan ini. Mereka belum jelas kantornya di mana, dokumennya pun belum kami lihat,” ungkapnya.
DLHKP berencana memanggil manajemen kedua perusahaan untuk mempresentasikan ulang dokumen Amdal, RKL-RPL, serta rencana kerja mereka. Jika tidak sesuai, sanksi administratif hingga pidana dapat dikenakan.
“Kalau pelaku usaha tidak menjalankan komitmennya, maka bisa diberi teguran hingga tiga kali. Kalau masih bandel, bisa berujung pada pencabutan izin atau proses pidana,” tegasnya.
Raja Ampat Kawasan Strategis Dunia, Tambang Harus Super Ketat
Kelly Kambu menegaskan bahwa Raja Ampat memiliki status sebagai Geopark Dunia, sehingga semua aktivitas pembangunan, termasuk pertambangan, harus dilaksanakan secara ekstra hati-hati.
“Raja Ampat adalah kabupaten yang wajib kita jaga dan selamatkan. Statusnya sebagai Geopark menjadikan wilayah ini sangat sensitif terhadap gangguan ekologis,” pungkasnya.
DLHKP berharap masyarakat tidak terburu-buru menyimpulkan dugaan pencemaran tanpa data ilmiah. Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap tuduhan pencemaran harus memiliki indikator yang terukur seperti air, udara, atau tanah.
“Kalau dibilang ada pencemaran, mari kita lihat indikatornya. Jangan hanya karena opini di media sosial,” tutup Kambu.
Editor : Chanry Suripatty