Kuasa Hukum Ancam Polisikan Wartawan, Ungkap Dugaan Pemerasan Berkedok Berita Hoaks

SORONG, iNewssorongraya.id – Tuduhan pelecehan seksual yang ditudingkan kepada seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial SK oleh wartawati berinisial LY, berbuntut panjang. Kuasa hukum SK, Yosep Titirlolobi, membantah keras tudingan tersebut dan menyebut pemberitaan yang beredar sebagai bentuk pemerasan yang dibalut dengan praktik jurnalistik yang menyalahi etika.
“Dengan adanya pemberitaan itu, klien kami sangat dirugikan, baik secara pribadi maupun sebagai ASN. Padahal sebelumnya, wartawati tersebut justru sempat meminta proyek, THR, dan bahkan uang untuk keperluan ke Makassar. Karena tidak diladeni, akhirnya muncul pemberitaan seperti itu,” tegas Yosep dalam konferensi pers di Sorong, Rabu (21/5/2025).
Yosep yang juga menjabat sebagai Direktur LBH Gerimis menilai, isi percakapan WhatsApp yang dijadikan dasar pemberitaan tidak cukup kuat sebagai bukti tindakan pelecehan seksual. Ia bahkan menyebut bahwa LY sendiri yang memulai komunikasi dan mengusulkan pertemuan.
“Dalam isi chat itu tidak ada unsur paksaan atau ajakan ke arah seksual. Hanya disebutkan pertemuan di hotel, yang dalam konteks pekerjaan itu hal biasa. Saya sendiri sering bertemu klien di hotel untuk konsultasi hukum,” jelas Yosep.
Atas dugaan pencemaran nama baik dan upaya pemerasan, Yosep menyatakan telah mengidentifikasi media dan oknum wartawan yang menulis berita tersebut. Ia memastikan akan menempuh jalur hukum untuk melindungi kliennya.
“Dalam waktu dekat kami akan membuat laporan ke kepolisian atas dugaan pemerasan. Kami juga sudah konfirmasi ke rekan-rekan wartawan di Sorong, dan mereka menyatakan tidak mengenal sosok wartawati tersebut,” tambahnya.
Menanggapi polemik ini, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua Barat dan Papua Barat Daya, Chanry Suripaty, angkat bicara. Ia menyesalkan adanya berita yang diduga hoaks dan memuat tudingan terhadap pejabat publik tanpa proses verifikasi.
“Kami mendukung langkah hukum dari pihak yang merasa dirugikan agar ini jadi pelajaran penting bagi insan pers. Publik juga harus lebih selektif dan hanya mempercayai informasi dari media yang terverifikasi Dewan Pers dan jurnalis yang memiliki sertifikasi kompetensi,” ujar Chanry.
Chanry menekankan pentingnya etika jurnalistik dan menyoroti bahwa media yang menyebarluaskan berita ini belum terverifikasi secara resmi.
“Kasus ini harus menjadi momentum evaluasi. Kita percayakan sepenuhnya kepada aparat hukum untuk menyelidiki dugaan hoaks dan pemerasan,” pungkasnya.
Editor : Hanny Wijaya