SORONG, iNewsSorong.id - Sengketa tanah adat antara Marga Ulim Kabolo dengan Marga Sani Em di Kampung Mega, Distrik Moraid, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat hingga saat ini belum menemui titik terang. Padahal upaya penyelesaian tanah sengketa itu sudah berlangsung lima kali. Hal ini disebabkan adanya klaim dari masing-masing pihak sebagai pemilik hak ulayat, sehingga penyelesaian tanah sengketa mengalami tarik ulur.
Pemilik hak ulayat, Yakob Ulim menjelaskan persoalan ini berawal dari pembagian tanah sepihak tanpa sepengetahuan pemilik hak ulayat pada saat perusahaan masuk ke wilayah tersebut pada tahun 2002.
"Dari dulu itu semua marga yang ada di Distrik Moraid waktu datang minta tanah ke Marga Ulim Kabolo, orangtua saya. Seperti Marga Malak, Sangaji, Kalami mereka datang minta tanah sama Marga Ulim Kabolo. Tanah ini kami yang punya, kami punya dasar hukum lengkap," kisahnya.
Disebutkan, ada tiga marga yang membagikan tanah adat pada tahun 2002 tanpa sepengetahuan pemilik hak ulayat tersebut yakni Marga Yekwam, Malak dan Marga Yeblo. Sementara Marga Sani tidak mengetahui batas tanah dari dulu hingga tahun 2002.
"Kami kaget mereka sudah bagi tanah adat tersebut," akunya.
James Ulim pun menambahkan hal senada. Menurutnya, penyelesaian tanah adat sengketa ini kemudian masuk dalam sidang adat tertutup. Namun, di dalam sidang adat itu, tidak ada sebuah kesepakatan bersama soal pembagian tanah adat diantara kedua marga tersebut.
"Keluar dari sidang adat tertutup itu, Marga Sani mulai membuat sebuah surat berita acara palsu pembagian tanah adat tersebut dengan ketentuan bahwa tanah adat tersebut merupakan milik Marga Sani Em secara turun-temurun. Padahal di dalam sidang adat tertutup itu tidak ada keputusan resmi," kisahnya.
Di situlah, katanya Marga Sani Em mengklaim diri sebagai pemilik tanah adat. Padahal berdasarkan kisah orangtua tentang sejarah kepemilikan tanah tersebut adalah hak milik Marga Ulim Kabolo.
Karena itu, menurutnya persoalan ini menemui titik terang jika Dance Ulimpa sebagai pimpinan sidang tertutup saat itu harus hadir pada pertemuan penyelesaian tanah sengketa ini.
"Karena dia yang tahu tentang semuanya karena dia yang buat surat berita acara tersebut. Jika dia tidak hadir pada pertemuan nanti maka persoalan ini tidak akan selesai. Maka saya minta pada pertemuan nanti bapak Yance Ulimpa harus hadir," pintanya.
Editor : Sayied Syech Boften