JAYAPURA, iNewssorongraya.id — Seorang ibu hamil bersama bayi dalam kandungannya meninggal dunia setelah diduga tidak mendapat pelayanan medis memadai dari sejumlah rumah sakit di Kabupaten dan Kota Jayapura. Tragedi yang menimpa Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Distrik Sentani, ini memicu kemarahan Gubernur Papua Matius D. Fakhiri, yang menyebut peristiwa itu sebagai “kebodohan pemerintah”.
Irene dan bayinya menghembuskan napas terakhir pada Senin (17/11/2025) sekitar pukul 05.00 WIT, setelah keluarga berulang kali membawa korban ke berbagai rumah sakit namun disebut tak kunjung mendapat penanganan medis yang seharusnya diberikan secara cepat.
Kepala Kampung Hobong sekaligus mertua korban, Abraham Kabey, menuturkan duka tersebut saat bertemu Gubernur Fakhiri di Jembatan Kuning Sentani, Jumat (21/11/2025) malam.
“Apa yang keluarga kami alami adalah hal yang sangat menyakitkan. Kami dari kampung datang minta pertolongan medis, tapi tidak dapat pelayanan yang baik,” ujar Abraham dengan suara bergetar.
Kronologi bermula ketika Irene yang hamil anak ketiga merasakan kontraksi pada Minggu (16/11) siang. Keluarga membawa korban menggunakan speedboat ke RSUD Yowari, Kabupaten Jayapura. Namun, menurut keluarga, kondisi korban memburuk karena kesulitan bernapas dan bayi tidak kunjung lahir, sementara dokter tidak berada di tempat.
Proses rujukan pun disebut lambat. “Hampir jam 12.00 malam, surat belum juga dibuat,” ungkap Abraham. Ambulans baru tiba sekitar pukul 01.22 WIT.
Surat rujukan pertama membawa korban ke RS Dian Harapan, Kota Jayapura. Namun keluarga menyebut mereka tidak mendapat tindakan medis, hanya diberikan ruang menunggu tanpa penanganan.
“Rujukan itu tanpa koordinasi. Kalau sebelumnya sudah ada komunikasi, kami tidak mungkin diperlakukan seperti ini,” kata Abraham.
Penolakan disebut berlanjut di RSUD Abepura, yang dinilai tidak memberikan respons karena ketiadaan dokter. “Lebih parah. Tidak ada tanggapan sampai terjadi keributan,” tambahnya.
Keluarga kemudian menuju RS Bhayangkara di Kotaraja. Dua perawat sempat memeriksa korban di ambulans, namun keluarga diminta membayar uang muka Rp4 juta karena kamar BPJS disebut penuh dan tersisa kelas VIP.
Ketika keluarga memohon tindakan medis didahulukan, permintaan itu ditolak. Korban lalu dirujuk kembali ke RSUD Jayapura.
Namun di perjalanan menuju Entrop, kondisi Irene kritis. Mulutnya mengeluarkan busa dan napas tersengal. Keluarga putar balik ke RS Bhayangkara, tetapi setibanya di sana pada pukul 05.00 WIT, Irene dan bayinya dinyatakan meninggal.
“Kami sangat menyesal dengan tindakan para petugas rumah sakit yang tidak ada rasa kemanusiaan,” kata Abraham.
Suami korban, Neil Kabey, menegaskan bahwa minimnya tenaga medis menjadi faktor utama hilangnya nyawa istrinya.
“Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup. Kenapa tidak ada dokter pengganti?” katanya penuh kesedihan.
Mendengar kisah tersebut, Gubernur Papua Matius D. Fakhiri langsung menyatakan permintaan maaf dan berjanji melakukan evaluasi besar-besaran.
“Saya baru mau memulai, tetapi Tuhan sudah memberikan satu contoh kebobrokan pelayanan kesehatan di Papua. Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam atas kebodohan jajaran pemerintah, dari atas sampai bawah,” tegasnya.
Fakhiri memastikan seluruh direktur RS yang berada di bawah pemerintah provinsi akan dievaluasi dan diganti. Ia juga menyebut peralatan medis banyak yang rusak akibat kelalaian.
“Hal ini sudah saya minta langsung ke Menteri Kesehatan. Saya pastikan akan memperbaikinya,” ujar Fakhiri.
Ia menegaskan bahwa prinsip pelayanan kesehatan harus diubah total. “Layani dulu pasien, baru urusan yang lain. Ini akan saya tekankan kepada semua direktur RS dan kepala dinas kesehatan.”
Fakhiri menambahkan, kejadian Irene Sokoy menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar menghadirkan pelayanan kesehatan yang layak.
“Kami akan panggil semua direktur rumah sakit pemerintah maupun swasta untuk menyatukan visi dalam pelayanan. Sebagai gubernur, saya tidak malu meminta maaf. Ini pembelajaran sangat berharga,” tutupnya.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait
