SORONG, iNewssorongraya.id – Tuntutan tegas dilayangkan Jaksa Penuntut Umum terhadap Irmayanti alias Mami Eci, terdakwa dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan anak di bawah umur di Kabupaten Raja Ampat. Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Senin (21/7/2025), Jaksa Tiana Yulia Insani menuntut hukuman pidana 12 tahun penjara serta denda Rp200 juta.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang sesuai Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO,” tegas Jaksa Tiana saat membacakan tuntutannya di ruang sidang Tirta PN Sorong.
Tidak hanya hukuman badan dan denda, JPU juga meminta Majelis Hakim untuk memerintahkan terdakwa membayar restitusi kepada korban, seorang anak berinisial ANP, sebesar Rp128.201.500 sesuai perhitungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Jika terdakwa tidak mampu membayar, maka harta bendanya disita dan dilelang. Bila tidak memiliki harta, dikenakan kurungan pengganti selama enam bulan,” lanjut Jaksa Tiana.
Modus Eksploitasi dan Pemalsuan Identitas
Kasus ini mencuat setelah korban, yang baru berusia 15 tahun, melapor ke Polres Raja Ampat pada 18 Februari 2025. Didampingi saksi Amelia dan Winda, korban mengungkap telah dijanjikan pekerjaan di Waisai, Raja Ampat, namun justru dieksploitasi sebagai wanita pemandu lagu (LC).
Korban awalnya tinggal di Makassar dan tertarik pada iklan lowongan kerja khusus perempuan melalui media sosial. Pada 24 Januari 2025, korban bertemu terdakwa di Pontiku, Makassar. Terdakwa kemudian mengatur keberangkatan korban ke Waisai tanpa sepengetahuan orang tuanya dan memalsukan identitas korban dengan membuatkan KTP palsu bertahun lahir 2005.
Setibanya di Raja Ampat, korban sempat dijanjikan bekerja sebagai tukang laundry. Namun, pada 1 Februari 2025, ia mulai bekerja di sebuah kafe sebagai LC. Selama bekerja, korban dipaksa minum minuman keras dan menghadapi pelecehan seksual.
“Ko layani saja, itu namanya pekerjaan,” ucap terdakwa saat korban mengeluhkan perlakuan tamu yang meraba tubuhnya, sebagaimana tertuang dalam berita acara pemeriksaan.
Tak Digaji dan Diancam Kekerasan
Korban juga mengaku tak pernah menerima upah meski sistem kerja menjanjikan pembagian Rp200.000 per jam, separuhnya untuk korban. Bahkan saat melayani tamu di luar kafe, korban hanya menerima ancaman dan dilecehkan tanpa bayaran.
Puncaknya terjadi pada 15 Februari, saat korban dibawa tamu ke penginapan tanpa mendapat kompensasi. Di tempat itu, ia bertemu saksi Amelia dan Winda. Pada 18 Februari, korban memberanikan diri menghubungi saksi untuk melapor ke polisi. Dalam perjalanan ke Polres, korban sempat dikejar terdakwa, namun berhasil lolos dan melaporkan kejadian yang dialaminya.
Pengacara Akan Ajukan Pembelaan
Usai pembacaan tuntutan, Penasehat Hukum terdakwa, Lutfi Soulissa menyatakan akan mengajukan pembelaan secara tertulis. “Kami mohon waktu satu minggu untuk menyusun pledoi,” ujar Lutfi di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Yajid, dengan anggota Hatijah Averian dan Lutfi Tomu.
Majelis Hakim menyetujui permintaan tersebut dan menunda sidang selama satu minggu untuk agenda pembelaan.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait