SORONG, iNewsSorongRaya.id – Menyusul adanya tuduhan pihak KPK dan Gakum KLHK serta instansi teknis terkait bahwa aktivitas usaha tambang galian c di Kampung Bugis, Kota Sorong adalah illegal. Salah seorang pengelola, Immanuel Ivan Sembiring angkat bicara.
Ivan dengan tegas membantah tuduhan bahwa aktivitas tambang galian c yang dikelola oleh pihak keluarganya adalah illegal. Ivan mengaku sangat kecewa dengan adanya tuduhan tersebut. Dimana menurut Ivan aktivitas tambang galian c milik keluarganya di kampung Bugis, Kilo Meter ( KM ) 10, Kota Sorong legal secara hukum, karena memiliki dokumen resmi dan telah mengantongi surat izin beroperasi.
Lanjut Ivan, selain memiliki izin resmi, pihaknya setiap tahun taat membayar pajak, sambal menunjukan dokumen-dokumen yang merupakan bukti pembayaran pajak kepada Pemerintah Kota Sorong melalui Dinas Perindustrian. Dimana Ivan menjelaskan bahwa pembayaran pajak kepada pemerintah terhitung sejak periode tahun 2018 hingga tahun 2021, sedangkan untuk tahun 2022 menurut Ivan belum dilakukan pembayaran dikarenakan belum memasuki akhir tahun.
“Kami selain memilik izin resmi, kami juga taat membayar pajak ke pihak Pemerintah Kota Sorong melalui Dinas Perindustrian, periode pembayaran pajak yang kami setorkan mulai dari periode tahun 2018 hingga tahun 2021. Nah untuk tahun 2022 ini belum kami setorkan karena belum memasuki akhir tahun,”ungkap Ivan.
Lanjut Ivan, selama ini pihaknya berdiam diri sejak tuduhan aktivitas usaha galian c mereka illegal. Apalagi dengan kedatangan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) dengan menutup lokasi usahan mereka, hal tersebut menurut Ivan membuat pihaknya mengaku sangat kecewa.
"Selama ini mereka bilang aktivitas galian c kami tidak punya izin. Saya mewakili ayah saya di mana dulu punya jabatan sebagai Kapolres Kota Sorong selama ini kami dituduh cuman berusaha diam tapi setelah terakhir KPK datang untuk menutup sebenarnya kami sangat kecewa," ujar Ivan.
Lebih lanjut Ivan mengatakan, pihak KPK dan Gakum serta instansi teknis lainnya jangan hanya mendengar sepihak tentang permasalahan usaha tambang galian c milik keluarga mereka. Karena pihaknya memilik izin usaha yang sah dan patuh dalam membayar pajak kepada pemerintah. Namun jika pembayaran pajak itu terindikasi ada penyelewengan, hal itu bukan urusan pihaknya.
“Jangan hanya dengar sepihak saja (aktivitas usaha galian c) yang keberadaannya ada saat ini. Yaitu selama ini dirinya pun telah melakukan pembayaran pak sebagai warga negara Indonesia yang taat aturan, akan tetapi jika pajak itu ada penyelewengan maka bukan urusannya,”ungkap Ivan.
Ivan bahkan mempersilahkan instansi teknis terkait untuk menyelidiki keabsaan dokumen-dokumen izin operasional hingga pembayaran pajak yang mereka miliki agar tidak terjadi tuduhan liar dan sesat yang membuat pihaknya terus menerus di zolimi.
"Kami terus dituduh, sebetulnya cukup bikin sakit hati, tapi karena melihat supaya ada toleransi maka kami tidak ikut campur cuman selama 4 tahun terus kami yang dizolimi, padahal tidak betul semuanya (tuduhan illegal). Silakan periksa kalau memang salah berarti semua cap dan tanda tangan yang tertera dalam bukti-bukti pembayaran ini ialah abal-abal," tegasnya.
Terkait jumlah setoran pajak yang rutin mereka bayarkan kepada Pemerintah menurut Ivan, proses pembayaran setoran pajak tidak ditentukan namun tergantung besaran hasil produksi dari galian c tersebut.
“Dimana selama 4 tahun itu memiliki jumlah setoran yang berbeda-beda untuk tahun 2018 Rp 8.724.000, tahun 2019 terakhir menggunakan alat sebesar Rp 31.530.000 tahun 2020 Rp 7.532.500 sedangkan tahun 2021 tidakada aktivitas sebab masuk pandemi untuk tahun 2022 belum dibayarkan karena belum habis tahun,”beber Ivan.
Terkait awal mula pihak keluarganya merintis usaha galian c di lokasi tersebut sejak tahun 1992, Ivan menceritakan bahwa bermula ketika ayahnya yang juga merupakan mantan Kapolres Sorong saat itu membeli sebidang tanah seluas 20 hektar di lokasi tersebut. Dimana dengan berjalannya waktu pihak Pemerintah setempat menyampaikan bahwa tanah milik keluarganya itu masuk dalam Kawasan hutan lindung. Akhirnya sesuai kesepakatan, luas tanah tersebut dibagi sesuai petunjuk dari aturan Pemerintah.
“ Awal orang tua saya mulai merintis usaha galian c itu dimulai pada tahun 1992, Dimana mereka ( orang tua) membeli tanah secara pelepasan adat yang luasnya 20 hektar, namun setelah tahun 2014 tiba-tiba pihak Pemerintah datang dan bilang kalau tanah tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung sehingga dibagi menjadi 8 hektar untuk kami dan 12 hektar kawasan hutan lindung sesuai arahan pemerintah,”ungkap Ivan.
Terkait kondisi tersebut, Ivan berharap kepada Penjabat Gubernur Papua Barat dan Penjabat Wali Kota Sorong saat ini untuk segera dapat menindaklanjuti masalah tersebut, dan juga dapat menelusuri aliran pajak yang sudah mereka bayarkan kepada pihak Pemerintah selama ini masuk ke kas daerah ataukah ke kantong pribadi oknum-oknum yang menerima pembayaran pajak tersebut agar bisa terlihat jelas usaha mereka yang memiliki izin resmi bisa sampai tidak terdata pada Pemerintah Kota Sorong.
"Saya minta supaya Penjabat Gubernur Papua Barat dan Penjabat Wali Kota Sorong saat ini untuk supaya betul-betul di cek and ricek kembali, agar tahu kebenarannya. Sebab sudah 4 tahun kami berjalan dengan RU PKL yang nantinya menuju kepada izin cuman hingga saat ini kenapa izin yang kami usulkan pun belum juga digubris oleh pihak Pemerintah," tandasnya.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait