Gubernur PBD Tegas : Desak Mendagri Kembalikan Tiga Pulau Raja Ampat dari Maluku Utara
JAKARTA, iNewsSorongraya.id – Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu menegaskan sikap pemerintah daerah dan masyarakat adat Raja Ampat terkait sengketa wilayah tiga pulau yang kini tercatat masuk dalam administrasi Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.
Dalam rapat pembahasan di Gedung A Kementerian Dalam Negeri, Rabu (24/9/2025), Elisa Kambu secara langsung meminta Menteri Dalam Negeri mengembalikan Pulau Sayang, Pulau Piyai, dan Pulau Kiyas ke wilayah administratif Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“Aspirasi masyarakat Papua Barat Daya jelas, ketiga pulau itu harus kembali ke Raja Ampat. Sejarah, adat, dan dokumen negara sejak zaman Belanda hingga regulasi nasional menegaskan bahwa pulau-pulau tersebut milik Raja Ampat,” ujar Gubernur Elisa Kambu.
Menurut Gubernur Elisa, dasar historis dan yuridis menunjukkan bahwa tiga pulau tersebut merupakan bagian dari Raja Ampat. Ia menyinggung sejumlah rujukan hukum, mulai dari onderafdeling Raja Ampat tahun 1952–1955, UU Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat, hingga UU Nomor 45 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi Irian Jaya Barat yang kini menjadi Papua Barat.
Selain itu, dalam RTRW Papua Barat 2021–2041, ketiga pulau masih tercatat dalam wilayah Raja Ampat. Namun, status berubah setelah Keputusan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 51 Tahun 2021 serta Kepmendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022 dan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Keputusan tersebut menetapkan tiga pulau masuk dalam administrasi Halmahera Tengah, Maluku Utara.
“Ini menyakiti hati masyarakat Papua, karena tanah mereka seolah diambil tanpa persetujuan pemerintah Raja Ampat dan Papua Barat Daya. Hal ini jelas bertentangan dengan PP Nomor 2 Tahun 2021 dan Permendagri Nomor 141 Tahun 2017,” tegas Kambu.
Rapat yang dipimpin Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk itu dihadiri Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya, Penjabat Sekda Papua Barat Daya, anggota DPR Papua Barat, serta sejumlah pejabat daerah Raja Ampat termasuk Bupati, Wakil Bupati, Ketua dan Wakil Ketua DPRK Raja Ampat. Tokoh adat dan tokoh lintas suku Orang Asli Papua juga turut hadir untuk menyuarakan dukungan.
Mereka sepakat bahwa pengalihan status tiga pulau melukai hak adat dan identitas masyarakat Raja Ampat yang selama ini menjaga pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah kultural dan administratif mereka.
Menanggapi desakan tersebut, Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk menyatakan akan menelaah dokumen-dokumen yang diserahkan Gubernur Papua Barat Daya.
“Kami akan mempelajari seluruh data dan surat yang sudah diterima, serta memfasilitasi pertemuan antara pemerintah Papua Barat Daya dan Maluku Utara untuk mencari jalan penyelesaian,” ujar Ribka.
Sengketa ini berpotensi menimbulkan ketegangan antarprovinsi jika tidak segera diselesaikan. Selain menyangkut kedaulatan administratif, masalah ini juga terkait hak adat, tata ruang, dan kebijakan otonomi khusus Papua.
Masyarakat Papua Barat Daya menilai pengalihan pulau tanpa persetujuan menyalahi prinsip keadilan dan mengabaikan keberadaan masyarakat adat sebagai pemilik hak historis. Pemerintah daerah kini menunggu langkah lanjutan Kemendagri dalam menengahi sengketa tersebut.
Editor : Hanny Wijaya