Kepala Kesbangpol Dianggap Biang Konflik, Thomas Baru Ancam Ambil Tindakan Hukum!

SORONG, iNewssorongraya.id – Ketegangan memuncak di lingkungan Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Papua Barat Daya pada Senin, 1 Agustus 2025. Puluhan pengurus Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP) yang dipimpin langsung oleh Ketua resminya, Thomas Baru, melancarkan aksi protes keras terhadap Kepala Kesbangpol, Sellvyiana Sangkek, yang dituding memberikan ruang dan legitimasi kepada kelompok ilegal yang mengatasnamakan KAPP.
Aksi protes ini bukan tanpa dasar. Thomas Baru dan jajarannya menyatakan bahwa mereka adalah satu-satunya KAPP yang memiliki legalitas sah dan terdaftar resmi, mulai dari Akta Notaris, SK AHU Kementerian Hukum dan HAM, hingga Surat Keterangan Terdaftar dari Kesbangpol itu sendiri yang ditandatangani langsung oleh Kepala Kesbangpol, Sellvyiana Sangkek.
“Kami hadir di sini bukan untuk membuat keributan, tapi untuk menuntut keadilan. Kepala Kesbangpol tahu betul mana organisasi yang sah, karena dia sendiri yang menandatangani dokumen legalitas kami,” tegas Thomas di depan awak media.
Pemicunya, lanjut Thomas, adalah kehadiran Kepala Kesbangpol dalam acara Konferda KAPP yang digelar pada 31 Juli 2025 oleh kelompok yang menurutnya tidak memiliki dasar hukum. Bahkan, ia menyebut kelompok tersebut tak memiliki akta notaris, AHU, atau terdaftar di Kesbangpol.
“Yang hadir dalam kegiatan itu adalah kelompok ilegal. Lalu atas dasar apa ibu Kadis hadir dan memberikan legitimasi?” kecam Thomas dengan nada tinggi.
Kondisi sempat memanas saat massa mendatangi langsung ruang kerja Kepala Kesbangpol. Dua staf terlihat menjaga pintu yang disebut-sebut sempat dikunci dari luar oleh asisten kepala dinas. Aparat internal berupaya menenangkan para pengurus KAPP agar suasana tetap terkendali.
Legalitas KAPP Sah, Tapi Diabaikan
Menurut Thomas, pihaknya adalah bagian dari KAPP yang diakui secara nasional, di bawah kepemimpinan Goodlief Wolter Baransano, hasil kongres resmi di Biak pada Agustus 2024. Baransano menggantikan Musa Haluk, yang masa jabatannya telah berakhir tanpa melaksanakan kongres sebagaimana mestinya.
“Mereka sudah tidak punya dasar hukum. Semua dokumen resmi sudah atas nama kepengurusan kami,” tandas Thomas.
Tak hanya berhenti pada kritik terhadap Kesbangpol, Thomas mendesak Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, agar turun tangan langsung dalam konflik ini. Ia meminta agar dilakukan verifikasi terbuka terhadap keabsahan masing-masing kubu, agar masyarakat tidak disesatkan oleh oknum yang membawa nama adat untuk kepentingan tertentu.
“Jika Pak Gubernur tidak turun tangan, ini bisa jadi preseden buruk. Bahkan, kami tidak segan menempuh jalur hukum jika pemerintah terus mengakomodasi kelompok ilegal,” tegasnya lagi.
Peringatan: Potensi Konflik Sosial Tak Bisa Diabaikan
Lebih jauh, Thomas mengingatkan bahwa pembiaran terhadap kelompok tak sah ini berpotensi memicu konflik horizontal antar pengusaha asli Papua, dan mencederai semangat pemberdayaan ekonomi masyarakat adat.
“Ini bukan hanya soal organisasi, ini bisa berdampak pada stabilitas sosial dan politik daerah,” tegasnya lagi.
Menanggapi polemik ini, Kepala Kesbangpol Sellvyiana Sangkek memberikan keterangan terbatas. Dalam sambungan telepon, ia mengklaim kehadirannya dalam acara Konferda hanyalah sebagai undangan.
“Ade silahkan tanya saja ke panitia penyelenggara. Saya tidak bisa berpendapat. Kehadiran saya sebatas undangan dan tidak memberikan dukungan resmi,” ujarnya singkat.
Namun, respons tersebut tak memuaskan pihak KAPP resmi. Thomas menegaskan bahwa jika klarifikasi publik tak dilakukan segera, pihaknya akan kembali turun dengan jumlah massa lebih besar dan siap menduduki kantor Kesbangpol.
“Kami minta ini diklarifikasi hari ini juga. Jika tidak, Senin depan kami akan datang dengan massa yang lebih besar untuk menduduki kantor Kesbangpol,” ancam Thomas. “Jangan sampai konflik yang lebih besar terjadi karena keteledoran pejabat publik.”
Krisis Legitimasi Jadi Cermin Lemahnya Pengawasan
Peristiwa ini menjadi cermin nyata lemahnya kontrol dan ketegasan pemerintah dalam membedakan mana organisasi yang punya legalitas sah dan mana yang tidak. Jika dibiarkan, situasi semacam ini tidak hanya mengancam kepercayaan publik terhadap institusi negara, tetapi juga bisa menjadi pemicu konflik sosial dan politik di wilayah yang masih rentan terhadap isu-isu identitas seperti Papua Barat Daya.
Editor : Chanry Suripatty