JAYAPURA, iNewssorongraya.id — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua memeriksa dua oknum anggota TNI yang diduga terlibat dalam dua kasus penembakan warga sipil di Kota Jayapura dan Kabupaten Keerom pada September lalu. Pemeriksaan ini menjadi bagian dari tindak lanjut pemantauan dua peristiwa berdarah yang menyita perhatian publik di Papua.
Pemeriksaan terhadap kedua tersangka dilakukan di Rumah Tahanan Militer Waena pada 23 Oktober 2025 lalu.
Kepala Kantor Komnas HAM RI Perwakilan Papua, Frits Ramandey, dalam keterangan pers yang diterima redaksi iNewssorongraya.id, Senin (27/10/2025), menyebutkan bahwa pemeriksaan dilakukan terhadap dua oknum anggota TNI yang kini berstatus tersangka di Oditurat Militer (Otmil) IV/20 Jayapura.
“Permintaan keterangan terhadap dua oknum anggota TNI ini penting untuk melengkapi fakta investigasi yang dilakukan tim Komnas HAM Papua,” ujar Frits Ramandey.
Kasus pertama terjadi di kawasan Entrop, Kota Jayapura, pada 3 September 2025, yang menewaskan seorang warga sipil bernama Obet Manaki, seorang tukang parkir. Korban diduga ditembak oleh Pratu TB, anggota Pomdam XVII/Cenderawasih.
Sementara itu, kasus kedua terjadi di Distrik Waris, Kabupaten Keerom, pada 7 September 2025. Penembakan tersebut menewaskan Praka Petrus Muenda, yang diketahui telah lama meninggalkan tugas dan bermukim bersama keluarganya di wilayah Waris. Penembakan ini diduga dilakukan oleh Komandan Tim Satgas Ketapang, Kapten Inf J.
Frits Ramandey menilai, langkah Otmil Jayapura yang membuka akses bagi Komnas HAM untuk mendengarkan keterangan dari kedua oknum anggota TNI merupakan perkembangan positif dalam transparansi penanganan perkara di lingkungan militer.
“Untuk pertama kalinya kami bisa mendapat akses langsung terhadap anggota TNI yang sudah dilimpahkan kasusnya ke pengadilan militer. Ini menjadi praktik baik dalam penanganan kasus hukum di lingkungan TNI,” kata Frits.
Komnas HAM Papua juga mengingatkan agar proses persidangan di pengadilan militer dilakukan secara terbuka untuk menjamin hak keluarga korban memperoleh keadilan.
“Tanpa bermaksud mengintervensi proses peradilan militer, kami mengingatkan agar sidang bisa dipublikasikan dan masyarakat diberi akses untuk melihat secara terbuka jalannya persidangan,” tegas Frits Ramandey.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait
