Diduga Berikan Kesaksian Palsu di Persidangan, Mantan Wali Kota Sorong Dilaporkan ke Polisi

CHANRY SURIPATTY
Kuasa hukum PT Bagus Jaya Abadi, Albert Frassitio bersama Mardin saat melaporkan dugaan kesaksian palsu mantan Wali Kota dua periode, Lambertus Jitmau ke Polda Papua Barat Daya.

 

SORONG KOTA, iNewssorongraya.id – Polemik hukum terkait sengketa reklamasi di Kota Sorong kembali memanas. Mantan Wali Kota Sorong, Lamberthus Jitmau, resmi dilaporkan ke Polda Papua Barat Daya atas dugaan memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Sorong.

Laporan itu dilayangkan oleh Tim Kuasa Hukum PT Bagus Jaya Abadi (BJA), yakni Albert Frassitio bersama Mardin, pada Sabtu (13/9/2025). Mereka menilai kesaksian Lamberthus saat dihadirkan sebagai saksi oleh pihak tergugat dalam perkara sengketa tanah nomor 57/Pdt.G/2025/PN Son mengandung keterangan tidak benar terkait dokumen izin reklamasi.

“Hari ini, tertanggal 13 September 2025, kami dari Tim Kuasa Hukum PT Bagus Jaya Abadi dari Kantor Hukum M. Yasin Djamaluddin dan Rekan melaporkan LJ yang merupakan mantan Wali Kota Sorong,” ujar Albert Frassitio sembari menunjukkan Surat Tanda Terima Laporan Polisi dari SPKT Polda Papua Barat Daya.

Kasus ini bermula dari gugatan perdata yang diajukan Ronald L. Sanuddin melawan Samuel Hamonangan Sitorus, Labora Sitorus, dan Tinje Sambite. Dalam sidang yang digelar pada 9 September 2025, Lamberthus Jitmau memberikan kesaksian terkait dokumen izin reklamasi seluas 12 hektar di wilayah Tampa Garam, Suprau, Kota Sorong.

Kuasa hukum PT BJA menilai keterangan tersebut justru melemahkan posisi klien mereka karena Lamberthus menyatakan dokumen izin prinsip, izin lokasi, dan izin lingkungan yang diajukan sebagai bukti persidangan adalah palsu.

Padahal, menurut PT BJA, dokumen-dokumen itu—tercatat sebagai Bukti P-10 hingga P-14—merupakan surat resmi yang diterbitkan dan ditandatangani saat Lamberthus masih menjabat sebagai Wali Kota Sorong periode pertama (2012–2017).

“Kami melaporkan LJ karena dalam persidangan ia menyebut dokumen-dokumen tersebut palsu. Padahal tidak pernah ada putusan pengadilan yang menyatakan bukti P-10 sampai P-14 itu palsu,” tegas Albert Frassitio.

Albert menjelaskan, dokumen yang dipermasalahkan antara lain:

  • Surat Izin Prinsip Wali Kota Sorong Nomor 556/356 tertanggal 24 Oktober 2013 (Bukti P-10)
  • Surat Izin Lokasi Reklamasi Nomor 556.1/05 tertanggal 26 Oktober 2016 (Bukti P-11)
  • SK Wali Kota Sorong Nomor 545/158/2014 tentang Izin Lingkungan (Bukti P-12)
  • SK Wali Kota Sorong Nomor 188.45/122/2013 tentang Persetujuan Kelayakan Lingkungan Hidup (Bukti P-13)
  • SK Wali Kota Sorong Nomor 188.45/124/2013 tentang Pemberian Izin Lingkungan Reklamasi (Bukti P-14)

“Kami sudah lampirkan pula bukti rekaman keterangan LJ selama persidangan sebagai saksi. Kami berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan ini,” kata Albert menambahkan.

Sebelumnya, dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Beauty Deitje Elisabeth Simatauw, Lamberthus Jitmau bersikeras tidak pernah menandatangani dokumen izin reklamasi yang diajukan sebagai bukti penggugat.

“Saya baru tahu ada surat izin prinsip dan izin reklamasi itu sejak perkara ini bergulir beberapa bulan terakhir. Selama menjabat dua periode, saya hanya mengeluarkan satu izin prinsip untuk reklamasi seluas 50 hektar di Tembok Dofior, bukan di Suprau,” ujar Lamberthus di ruang sidang.

Lamberthus juga menantang pihak yang merasa memiliki bukti untuk membuktikan keaslian dokumen tersebut. Ia menegaskan bahwa prosedur penerbitan izin reklamasi selalu melalui mekanisme permohonan resmi dan kajian oleh OPD teknis sebelum wali kota mengeluarkan keputusan.

Menurut kuasa hukum PT BJA, ada dua konsekuensi hukum dari kesaksian mantan Wali Kota Sorong tersebut. Pertama, jika keterangan saksi benar, maka itu menjadi fakta hukum. Kedua, jika terbukti mengandung kebohongan, maka dapat dikategorikan sebagai kesaksian palsu sesuai Pasal 242 KUHP.

“Kami sudah ajukan permohonan penetapan keterangan palsu ke PN Sorong dan tembusannya juga kami kirimkan ke Kapolda Papua Barat Daya, Kapolres Sorong Kota, dan Kejari Sorong,” jelas Albert Frassitio.

Kasus dugaan kesaksian palsu mantan Wali Kota Sorong ini menambah panjang daftar polemik seputar izin reklamasi di Kota Sorong. Dengan laporan resmi ke Polda Papua Barat Daya, kini aparat penegak hukum dituntut untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran sumpah di muka persidangan yang bisa berdampak serius bagi proses hukum dan citra lembaga peradilan.

 

Editor : Hanny Wijaya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network