IJTI Pengda PB-PBD Himbau Media dan Jurnalis Kedepankan Jurnalisme Damai Soal Isu Sensitif di Sorong
SORONG, iNewsSorong.id - Sejumlah Media massa dalam beberapa belakangan ini memberitakan kasus salah ketik surat dinas pelarangan demonstrasi yang dikeluarkan oleh pihak Kepolisian Polresta Sorong Kota yang berbau rasisme.
Dugaan salah ketik surat pelarangan aksi demonstrasi tersebut dikeluarkan pihak Kepolisian Polresta Sorong Kota pada 9 Agustus 2023 kepada Aliansi Selamatkan Tanah Adat dan Manusia Papua. Dalam surat itu diduga termuat penggalan kata yang menyinggung kelompok tertentu.
Atas surat tersebut, jajaran Polresta Sorong Kota langsung dengan jiwa besar menyampaikan permohonan maaf atas kelalaian anggotanya dalam pengetikan surat tersebut.
Mulai Kasat Intelkam, Kompol Julvian Sihombing, Wakapolresta Sorong Kota AKBP Mathias Krey hingga Kapolresta Sorong Kota Kombes Pol Happy Perdana menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua atas hal itu.
Tak hanya ketiga pejabat Polresta Sorong Kota yang menyampaikan permohonan maaf, bahkan Kapolda Papua Barat Irjen Pol Daniel TM Silitonga, Wakapolda Papua Barat Brigjen Patrige Renwarin dan sejumlah pejabat utama Polda Papua Barat terbang ke Kota Sorong untuk menyampaikan permohonan maaf kepada para tokoh adat, masyarakat dan tokoh agama serta pemuda perihal kelalaian anggotanya tersebut.
Bahkan dihadapan para tokoh tersebut Kapolda Daniel menegaskan bahwa pihaknya telah menindak tegas oknum anggota yang diduga lalai dan menyebabkan sekelompok warga tersinggung.
Sejumlah tokoh telah menyampaikan himbauan atas peristiwa tersebut untuk dapat disikapi dengan arif dan bijaksana dan meminta warga Papua untuk tidak terprovokasi atas hal tersebut.
Namun gerakan sejumlah oknum kelompok mulai menggoreng peristiwa tersebut dengan nada-nada provokatif yang cenderung menyudutkan institusi Polri dan dikhawatirkan memancing terjadinya gejolak di tengah masyarakat.
Dalam memberitakan peristiwa itu, ada beberapa media yang memuat judul yang diduga memancing kemarahan massa tanpa dukungan data dan fakta yang akurat. Ada pula media yang memberitakan pemberitaan tersebut tidak berimbang dan cenderung menggoreng isu tersebut sesuai versi mereka untuk memantik emosi kelompok lain.
Bahkan media-media nasional di Jakarta ada beberapa yang saat memberitakan peristiwa tersebut tidak mengetahui peristiwa yang sebenarnya dan tidak cukup sensitif atas keadaan di Papua.
Ketua Ikatan Jurnalis Tv Indonesia (IJTI) Pengda Papua Barat - Papua Barat Daya, Chanry Suripatty mengatakan dengan pemberitaan yang tidak berimbang dan cenderung provokatif, hal itu secara tak sengaja, pemilihan sudut pandang seperti ini mengabaikan prinsip jurnalisme damai dalam pemberitaan bernuansa konflik karena bisa memicu dampak susulan.
Menyikapi pemberitaan media tentang dugaan salah ketik surat dinas tersebut, Chanry yang juga Koordinator Wilayah IJTI Maluku - Papua menghimbau media massa baik di daerah maupun di Jakarta untuk tetap objektif dalam memberiitakan dugaan surat salah ketik dan lebih mengedepankan prinsip - prinsip jurnalisme damai.
" Mengimbau jurnalis dan media menerapkan prinsip jurnalisme damai dalam pemberitaan peristiwa yang dapat menimbulkan konflik seperti ini. Jurnalisme damai tak berpretensi untuk menghilangkan fakta. Tapi yang lebih diutamakan adalah memilih atau menonjolkan fakta yang bisa mendorong turunnya tensi gejolak dan ditemukannya penyelesaiannya secara segera," ungkap Chanry.
Selain itu Chanry mengimbau jurnalis dan media mematuhi kode etik jurnalistik dalam peliputan dan pemberitaannya. Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik mengingatkan jurnalis dan media untuk "tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras...".
" Sikap itu ditunjukkan antara lain dengan tidak mudah mempercayai informasi sepihak dari sumber yang tidak jelas," ujar Chanry.
Dalam membuat berita juga hendaknya jangan mengesankan membenarkan tindakan yang rasis itu, dari sumber-sumber yang ingin mengacaukan situasi di Tanah Papua.
" Mengimbau jurnalis dan media memberitakan peristiwa soal dugaan salah ketik surat dinas sesuai kaidah Kode Etik Jurnalistik. Sikap itu antara lain dengan melakukan verifikasi sebelum melansir berita, menghindari memuat berita dari sumber yang tidak jelas, dan menuliskannya seakurat mungkin berdasarkan fakta. Media hendaknya tidak tergoda untuk memuat berita sensasional, meski itu mengundang jumlah pembaca yang tinggi" beber Chanry.
Meminta aparat keamanan untuk bertindak tegas terhadap terduga pelaku pembuat surat dinas dan para kelompok massa yang tengah memprovokasi masyarakat dengan narasi - narasi provokatif yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Editor : Sayied Syech Boften
Artikel Terkait