Kembalinya Anjing Bernyanyi di Dataran Tinggi Papua: Satwa Sakral yang Bangkit dari Kepunahan

TEMBAGAPURA, iNewssorongraya.id – Setelah sempat dinyatakan punah selama puluhan tahun, anjing bernyanyi Papua—spesies anjing primitif dengan lolongan berirama khas—kini kembali terpantau berkeliaran di alam liar dataran tinggi Papua. Temuan ini tak hanya mengejutkan para ilmuwan dunia, tetapi juga membangkitkan kepercayaan budaya masyarakat adat Pegunungan Papua yang menganggap hewan ini sebagai makhluk sakral penjaga tanah leluhur.
Seperti dilansir dari BBC Indonesia, Kemunculan kembali spesies langka yang memiliki nama ilmiah New Guinea Singing Dog ini pertama kali terekam dalam sebuah unggahan di media sosial oleh Anang Dianto, seorang insinyur mesin yang bekerja di kawasan tambang Freeport, Papua. Dalam video yang diunggah akhir Juli lalu, tampak segerombolan anjing dengan bulu lebat dan telinga tegak berkeliaran di sekitar tambang Grassberg, yang berada di ketinggian sekitar 4.000 mdpl.
“Saya tidak menyangka akan melihat langsung hewan langka ini. Saat itu saya sedang bertugas mencari peralatan, dan tiba-tiba mereka muncul. Sangat beruntung bisa memotret dan merekamnya,” kata Anang seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Disebut “anjing bernyanyi” bukan tanpa alasan. Hewan ini mengeluarkan vokalisasi yang berbeda dari anjing biasa. Suaranya mirip lolongan serigala, tetapi lebih lembut dan bernuansa melodi.
“Iramanya seperti bernyanyi, tidak seperti gonggongan biasa. Ini ciri khas spesies ini,” jelas Anang Setiawan Ahmadi, ahli zoologi dari LIPI.
Bagi Suku Moni, yang mendiami kawasan sekitar Puncak Carstensz, anjing bernyanyi bukan sekadar fauna liar. Mereka diyakini sebagai makhluk penjaga yang mampu membedakan manusia baik dan jahat. Bahkan, dalam mitologi lokal, anjing ini dipercaya bisa berubah menjadi manusia dan menghukum orang-orang jahat.
“Masyarakat percaya anjing ini adalah leluhur, penjaga tanah, dan punya kekuatan spiritual,” kata Hari Suroto, peneliti Balai Arkeologi Papua.
Temuan Anang viral di media sosial, mencuri perhatian peneliti internasional dari New Guinea Highland Wild Dog Foundation (NGHWDF). Yayasan ini sebelumnya telah meneliti keberadaan anjing bernyanyi sejak tahun 2016. Sampel DNA yang dikumpulkan pada ekspedisi sebelumnya kini cocok dengan anjing yang difoto Anang, memperkuat dugaan bahwa spesies tersebut belum punah.
“Ini adalah terobosan besar. Anjing liar ini memiliki keragaman genetika yang luar biasa dan sangat penting bagi studi konservasi,” ungkap Dr. Elaine Ostrander dari National Human Genome Research Institute kepada BBC World Service.
Peneliti menduga bahwa anjing bernyanyi Papua telah berada di wilayah ini sejak ribuan tahun lalu. Mereka dibawa oleh penutur Austronesia dari Asia Timur atau China selatan sekitar 3.500 tahun silam, bersama dengan babi dan ayam, sebagai hewan domestikasi awal.
“Jejaknya hampir bersamaan dengan dingo di Australia. Kemungkinan mereka satu kerabat,” ujar Hari Suroto.
Meskipun kini muncul kembali, upaya pelestarian anjing bernyanyi masih menghadapi tantangan besar. Faktor keamanan, medan yang sulit dijangkau, serta minimnya dana menjadi hambatan utama bagi peneliti dalam melakukan studi lanjutan.
“Padahal dari sisi habitat dan vegetasi, Papua sangat ideal untuk konservasi. Tapi tantangannya di lapangan sangat besar,” kata Anang Setiawan.
Meski sudah banyak diteliti, para ahli belum mengetahui pasti fungsi dari lolongan berirama anjing ini. Apakah untuk komunikasi antar anggota kawanan atau ada tujuan lain?
“Kami masih belum tahu. Tapi satu hal yang pasti, suara mereka berbeda dan memesona,” ujar Dr. Ostrander.
Editor : Hanny Wijaya