SORONG, iNewsSorong.id – Korupsi besar-besaran di sektor perumahan subsidi kembali terungkap. Kejaksaan Tinggi Papua Barat akhirnya menahan dua tersangka yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sejahtera Tapak di Bank Papua Cabang Pembantu Kumurkek. Kasus ini merugikan negara hingga Rp 44,8 miliar dan meninggalkan ratusan unit rumah subsidi terbengkalai di Kota Sorong.
Penyidikan yang dilakukan sejak 2016-2017 ini mencatat dugaan penyimpangan pada pengelolaan dana subsidi perumahan rakyat. Penyidik menetapkan dua tersangka, yakni HPL, mantan Kepala Cabang Pembantu Bank Papua Kumurkek, dan SDA, Direktur PT Jaya Molek Perkasa (JMP) selaku pengembang proyek.
Proyek ambisius KPR Sejahtera Tapak ini mencakup pembangunan 386 unit rumah di delapan lokasi di Kota Sorong. Namun, sebanyak 240 unit belum selesai hingga saat ini, meski dana sebesar Rp 73 miliar telah dikucurkan. Kawasan perumahan yang seharusnya menjadi solusi hunian rakyat kini justru menjadi kawasan tak berpenghuni yang menyerupai puing-puing masa lalu.
Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Abun Hasbulloh Syambas, mengungkapkan bahwa SDA, selaku pengembang, mengajukan dana KPR FLPP dengan dokumen yang seharusnya diverifikasi ketat. Namun, HPL tetap menyetujui pencairan dana meskipun sebagian besar rumah belum selesai dibangun.
"Sebanyak 240 unit rumah tidak 100% siap huni, tetapi dana KPR tetap cair. Ini adalah pelanggaran serius dan menjadi akar kerugian negara sebesar Rp 44,8 miliar," ujar Abun Hasbulloh dalam konferensi pers di Kantor Kejaksaan Negeri Sorong, Jumat (13/12/2024).
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman mencapai penjara seumur hidup atau denda hingga Rp 1 miliar.
Sejak Kamis (12/12/2024), kedua tersangka ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sorong untuk mencegah potensi melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Penahanan ini berlangsung selama 20 hari dan dapat diperpanjang jika diperlukan.
Abun Hasbulloh juga menyebut kemungkinan adanya penambahan tersangka seiring pendalaman kasus. "Kami terus menyelidiki keterlibatan pihak lain yang mungkin bertanggung jawab atas kerugian besar ini," tambahnya.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi sektor perbankan dan pengembang perumahan di Papua Barat Daya. Rakyat yang seharusnya mendapat manfaat dari proyek ini justru menjadi korban dari praktik korupsi yang mengerikan. Masyarakat kini menantikan langkah tegas aparat untuk mengungkap skandal ini hingga tuntas.
Editor : Chanry Suripatty
Artikel Terkait